Arsip Tag: rumusan

Tentang Allah Tritunggal_2: Iman Gereja dan Rumusannya dalam Gereja Perdana

Percaya akan Allah yang tunggal dan maha kuasa adalah pernyataan iman Kristen yang tidak dapat dibantah lagi. Sebagaimana sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya, Tentang Allah Tri Tunggal_1: Allah Yang Esa dan Maha Kuasa, para Pembela Iman Kristen mempertahankan ajaran ini di hadapan dunia yang menyembah banyak ilah dan juga di depan bidaah dalam Gereja sendiri, seperti Gnosisme. Masalahnya adalah Gereja, melalui para rasul, menerima perwahyuan ilahi di mana Allah yang mereka imani itu berkenan dikenal oleh manusia dalam ‘kemajemukan pribadi’. Secara sangat singkat, isi perwahyuan dan sekaligus ungkapan iman Kristen itu dapat dirangkum dalam rumusan ini: Allah telah berkenan memperkenalkan diriNya dalam Pribadi Yesus, Sang Mesias, dengan membangkitkanNya dari antara orang mati dan melalui Yesus yang sama menawarkan keselamatan kepada semua manusia, dan Ia telah mencurahkan Roh KudusNya ke dalam Gereja.

Pada mulanya, iman ini dihayati oleh Gereja tanpa suatu rumusan yang formal, baku, dan digunakan secara seragam di seluruh komunitas murid Tuhan, sebagaimana rumusan ‘Aku Percaya’ yang sekarang ini kita kenal, yang baru muncul di paruh pertama dan paruh kedua abad ke 4. Namun demikian, pelan namun pasti, beberapa faktor berikut ini mendorong Gereja untuk mencari, menemukan dan menggunakan kata-kata yang memadai untuk mengungkapkan inti iman mereka[1]. Faktor pertama adalah upacara pembaptisan. Sebagai tanda dan sarana yang membawa seseorang masuk ke dalam bilangan anggota Gereja, upacara baptis menuntut sang terbaptis untuk menyatakan sikapnya bahwa ia meyakini secara sungguh-sungguh apa yang menjadi iman Gereja. Agar hal itu dapat terjadi, Gereja perlu merumuskan dalam kata dan kalimat apa yang menjadi inti imannya. Di samping pembaptisan, proses pengajaran iman yang mempersiapkan pembaptisan (katekumenat) juga menuntut perumusan verbal atas inti iman Kristen. Kotbah dan perdebatan dengan ajaran-ajaran yang berlawanan baik dari dalam maupun dari luar Gereja ikut membantu terbentuknya rumusan verbal akan iman Gereja. Tidak kalah pentingnya adalah kehidupan liturgi di mana umat Kristen mengungkapkan iman yang mereka hayati dalam doa dan pujian. Singkat kata, Gereja menghidupi dan menghayati iman mereka dan iman yang hidup inilah yang  menjadi dasar bagi rumusan verbal yang ingin mengungkakan isi iman tersebut. Para rasul tidak percaya pada rumusan iman yang turun dari surga. Mereka percaya pada Allah yang tungal, yang mereka kenal dan mereka alami sendiri melalui Pribadi Yesus dan Roh Kudus.

Upaya untuk mengungkapkan secara verbal apa yang menjadi inti iman Gereja ini sudah muncul sejak zaman para rasul, sebagaimana terungkap pertama-tama dalam beragam kitab Perjanjian Baru. Di bawah tuntunan Roh Kudus, para penulis suci meneruskan apa yang sebelumnya diterima oleh para rasul dari Tuhan sendiri. Salah satu contohnya adalah salam rasul Paulus kepada umat di Korintus ini: Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian (2Kor. 13:14); perintah Yesus yang bangkit kepada para muridNya dalam Matius 28: 19 juga mau mengungkapkan iman yang sama: Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus; di samping dua contoh yang paling kerap disebutkan ini, masih ada banyak contoh lainnya seperti berikut ini: Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita (1Kor. 6:11); Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita (2Kor. 1:21-22); …yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya (1Pet. 1:2); dan masih banyak contoh lainnya yang pada intinya memperlihatkan bagaimana para rasul menghayati iman mereka akan Allah yang tunggal dalam tiga pribadi ilahi.

Di samping kitab-kitab Perjanjian Baru, upaya perumusan ini juga terjadi dalam upacara pembaptisan[2]. Tulisan Yustinus martir memperlihatkan bagaimana penghayatan iman para rasul itu dicoba diungkapkan dalam bentuk kata-kata untuk memenuhi kebutuhan dalam upacara pembaptisan. Dalam 1 Apology, ia menulis: (mereka yang akan dibaptis) oleh kami dituntun ke suatu tempat di mana ada air dan di sana, dengan cara yang sama seperti yang kita terima ketika kita dilahirkan kembali, mereka juga dilahirkan kembali. Dalam nama Allah Bapa dan penguasa segalanya, dan Penyelamat kita Yesus Kristus, mereka dibersihkan di dalam air. Selanjutnya, dalam tulisan lainnya, Yustinus martir juga menulis: (pembaptisan di lakukan) dalam nama Allah Bapa penguasa segala yang ada dan Yesus Kristus, yang disalibkan dalam pemerintahan Ponsius Pilatus dan Roh Kudus yang mewayhukan kepada para nabi seluruh sejarah hidup Yesus.

Secara lebih panjang lebar, iman akan Allah Tritunggal ini terungkap dalam ajaran iman untuk para katekumen. Tulisan Irenius berikut ini adalah salah satu contohnya:

Inti iman kita dapat dijabarkan secara teratur seperti berikut ini… Allah Bapa, tidak diciptakan, tidak bersifat jasmani, tak nampak; Allah yang tunggal, pencipta segala yang ada; inilah pokok pertama iman kita. Pokok kedua adalah ini: Sabda Allah, Putra Allah, Kristus Yesus Tuhan kita, Yang diwahyukan kepada para nabi; melalui Dia segala sesuatu dijadikan; Yang juga, pada kegenapan waktu, untuk menghimpun dan mengumpulkan segalanya, menjadi manusia di antara manusia, yang dapat dilihat dan disentuh, untuk menghancurkan kematian dan membawa kehidupan serta perdamaian abadi antara Allah dan manusia. Dan pokok yang ketiga adalah ini: Roh Kudus, yang memampukan para nabi bernubuat dan yang mengajar para bapa bangsa Israel untuk mengenal kehendak Allah dan yang menuntun orang-orang benar  di jalan yang lurus;  yang pada akhir zaman dicurahkan secara baru ke dalam diri setiap orang di atas bumi dan membaharui manusia bagi Tuhan.

Inti iman yang dihidupi para rasul dan juga Gereja ini menemukan ungkapannya secara verbal atau dalam bentuk kata dan kalimat dalam beragam kesempatan sebagaimana terungkap dalam contoh-contoh di atas. Rumusan-rumusan ini pada intinya ingin memperlihatkan bagaimana Allah yang tunggal itu memperkenalkan diri dalam tiga pribadi. Rumusan-rumusan itu sendiri tidak menjelaskan bagaimana hal ini dapat dipahami. Gereja generasi berikutnya mendapatkan tugas untuk menjabarkan bagaimana inti imannya dapat dipahami.


[1] JND Kelly, Early Christian Creeds, Continuum New York 2006, hlm. 13-14

[2] JND Kelly, Early Christian Doctrines, Continuum New York 2000, hlm. 89-90